ArabicKoreanJapaneseChinese SimplifiedEnglishFrenchGermanSpainItalianDutchRussianPortuguese

Featured Post

  • "Dia ikhwan ya? Tapi kok kalau bicara sama akhwat dekat sekali???," tanya seorang akhwat kepada temannya karena ia sering melihat seorang aktivis rohis yang bila berbicara dengan lawan jenis [...]

  • Ups…! judulnya aja provokatif banget. Pasti dong sobat muda, udah pada ngeh dengan istilah satu ini. Kalo tetep nggak ngeh juga, mendingan ngeh dulu sono di belakang[...]

  • Mengutip dari note-nya teman saya, karena merasa perlu untuk disebarluaskan mengingat maraknya virus merah saga (suka2 donk) di kalangan aktivis dakwah.[...]

  • Saudara-saudaraku, Ikhwan yang dirahmati Allah, setelah kemarin memposting "20 Kriteria Ikhwan Genit" ternyata bukan ikhwan saja yang genit, akhwatpun pada genit juga tuh!!![...]

  • Suatu ketika, dalam majelis koordinasi, seorang akhwat berkata kepada mas'ul dakwahnya, "Akhi, ana gak bisa lagi berinteraksi dengan akh Fulan." Suara akhwat itu bergetar.[...]

  • Maksud hati ingin ukhuwah dengan lawan jenis, tapi malah terjebak dalam pacaran. Tadinya pengen menjalin ukhuwah islamiyah, tapi apa daya kecemplung jadi demenan.[...]

Latest Posts

Senin, 29 Agustus 2011

Tombo Sepi


Obat sepi cowo yang masih sendiri
yang pertama datangi guru mengaji
yang kedua siapkanlah data diri
jangan lupa disertai photo asli

yang ketiga minta dicarikan istri
yang keempat taarufnya di temani
yang kelima maharnya cari sendiri
yang keenam melamar tambatan hati

yg ketujuh tentukan tanggal dan hari
kedelapan KUAnya didatangi
kesembilan undangannya disebari
kesepuluh handai taulan dikabari

kesebelas rapat panitia mulai
kedua belas anggarannya dihitungi
ketiga belas seserahan dikemasi
jangan lupa dengan besan koordinasi

tiba kini hari yang dinanti-nanti
terima amanah menggetarkan hati
teman-teman tidak lelah menggodai
walau diantaranya ada yang iri

hanya karena nikahnya didahului
salah siapa nunda-nunda jadi hobbi
jangan lupa cari kontrakan sendiri
agar ibadahnya lebih konsentrasi



Download mp3nya disini

JM Community
Lanjutin....

Minggu, 17 Juli 2011

Aku Takut Menikah Karena Belum...


1. Belum Bekerja

Inilah masalah klasik seputar menikah, terutama bagi pihak pemuda. Ketika sudah merasa cocok dengan seorang muslimah, dan jika ditunda-tunda bisa berakibat buruk, ternyata si Pemuda belum punya pekerjaan untuk menghidupi keluarga kelak. "mau dikasih makan apa anak dan istri kamu, dikasih cinta doang ?!?" Begitulah perkataan sinis yang senantiasa terngiang-ngiang ditelinganya.
Seorang laki-laki memang merupakan tulang punggung dalam sebuah keluarga. Menghidupi seluruh anggota keluarga adalah tangging jawabnya. Rasulullah bersabda, yang artinya, "Bertaqwalah kepada Allahdalam memperlakukan wanita. Sebab kamu mengambilnya dengan amanat allah dan farjinya menjadi halal bagi kamu dengan kalimat Allah. (Menjadi) kewajiban kamu untuk memberi rizki dan pakaiannya dengan cara yang baik." (HR.Muslim)

Dengan demikian, penghasilan dalam suatu keluarga memang diperlukan. Namun sebenarnya, tidak berarti belum kerja kemudian tidak boleh menikah. Allah SWT berfirman, yang artinya, "Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian (belum menikah) diantara kamu, dan orang-orang yang layak menikah dari hamba-hamba sahayamuyang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (Pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui." (Q.S An-Nur : 32)

Penghasilan bisa dicari setelah menikah. Yang pertama kali harus dilakukan adalah percaya dan yakin akan janji Allah pada firman-Nya di atas. Tak sedikit pemuda yang susah mencari kerja sebelum menikah, tapi setelah menikah ternyata banyak tawaran kerja dan peluang kerja.

Sebagai persiapan sebelum menikah, kesungguhan dalam menuntut ilmu dunia agar kelak mudah mendapatkan penghidupan yang baik pula untuk dilakukan. Walaupun tak selamanya relevan, kuliah yang baik dan dan prestasi yang bagus masih merupakan suatu modal yang dapat diandalkan dalam mencari kerja. Bagaimana kalau kuliah sudah terlanjur tidak karuan ? Jika sudah begini perlu juga pegang prinsip bahwa pekerjaan kelak tidak harus sesuai dengan bidang yang dipelajari saat ini. Banyak yang dapat rejeki lumayan dari bekerja dalam suatu bidang yang dulu tidak pernal dipelajari dalam jenjang pendidikan formal.

Persiapan lain yang bisa dilakukan adalah kuliah sambil kerja. Sembari menabung, juga bisa untuk jaga-jaga apabila ketika lulus nanti tidak langsung diterima bekerja sesuai bidang yang dipelajari.

2. Belum Lulus

Berbeda dengan yang pertama, masalah yang satu ini bisa menjadi penghalang bagi pihak pemuda dan pemudi. Mungkin seseorang sudah bekerja atau sudah punya prinsip untuk mencari kerja setelah menikah namun ia ragu untuk menikah gara-gara belumlulus kuliah. Bisa jadi pula yang punya alasan seperti ini sang pemudi pujaan hatinya. Bayangan kuliah sambil menikah baginya tampak menyeramkan. Kuliah sambil mengurus diri sendiri saja sudah repot apalagi jika harus ditambah tanggung jawab mengurus orang lain. Ditambah kalau si buah hati sudah lahir dan belum juga lulus kuliah, tampaknya akan tambah repot.

Sebenarnya, menikah tidaklah selalu mengganggu kuliah. Malahan hadirnya pendamping hidup baru bisa menambah semangat utuk belajar. Bisa jadi, sebelum menikah malas-malasan belajarnya, ketika sudah menikah malah tambah semangat dan tambah rajin untuk belajar. Tidak sedikit yang mengalami perubahan demikian, apalagi secara peraturan akademik seorang mahasiswa sudah diperbolehkan untuk menikah. Seorang mahasiswa sudah tidak dianggap ABG (Anak Baru Gede) lagi, tapi AUG (Anak Udah Gede) alias sudah dewasa. Seorang yang sudah dewasa dianggap sudah bisa bertanggung jawab apa yang menjadi pilihan hidupnya.

Memang benar untuk tetap mengadakan persiapan jika mengambil jalan menikah di saat masih kuliah. Yang pertama harus disadari adalah bahwa hidup berkeluarga adalah berbeda dengan hidup sendirian. Tidak pantas jika orang yang sudah menikah tetap bebas, lepas, menelantarkan keluarganya sebagaimana dulu bisa ia lakukan ketika masih lajang. Orang yang menikah sambil kuliah juga harus pandai-pandai mengatur waktu antara tanggung jawabnya dalam keluarga dan dalam belajar. Selain waktu, manajemen pemikiran juga solid, karena begitu menikah masalah-masalah dulu yang belum ada mendadak bermunculan secara serentak. Bagaimana memahami pasangan hidup baru, bagaimana jika hamil dan melahirkan, bagaimana mendidik anak, bagaimana mencari rumah -nebeng mertua atau cari kontrakan-, bagaimana bersikap kepada mertua, tetangga dan lain-lain, apalagi masih harus memikirkan pelajaran.

Pusing....? Semoga tidak. Sebenarnya menikah sambil kuliah bisa disiapkan sejak hari ini, bahkan juga sudah sejak SD. Modal awalnya adalah manajemen diri sendiri. Ketika seorang sudah sejak dahulu berlatih untuk hidup mandiri, akan mudah baginya untuk hidup berkeluarga. Misalnya saja sudah sejak SD bisa mencuci pakaian dan piring sendiri, mengatur waktu belajar, berorganisasi, dan bermain, mengatur keuangan sendiri, dan sebagainya. Kesiapan juga bisa diraih jika seseorang biasa menghadapi dan memecahkan problem hidupnya. Karena itu perlu organisasi dan bersaudara dengan orang lain, saling mengenal, memahami orang lain dan membantu kesulitannya.

3. Belum Cocok

Mungkin pula sudah lulus, sudah kerja, sudah berusaha cari calon pasangan tapi merasa belum menemukan pasangan yang cocok, sehingga belum jadi menikah pula, padahal sudah hampir tidak tahan ! Ini juga merupakan masalah yang bisa datang dari kedua belah pihak, baik pihak pemuda maupun pemudi. Kecocokan memang diperlukan. yang jadi ertimbangan dasar dan awal tetntu saja faktor agama, yaitu aqidah dan akhlaknya. Allah berfirman, yang artinya :
"Mereka (perrempuan-perempuan mukmin) tidak halal bagi laki-laki kafir. Dan laki-laki kafir pun tidak halal bagi mereka." (Al-Mumtahanah : 10)

Rasulullah juga bersabda, "Wanita itu dinikahi karena 4 hal : karena kecantikannya, karena keturunannya, karena kekayaannya, dan karena agamanya. Menangkanlah dengan memilih agamanya maka taribat yadaaka (kembali kepada fitrah atau beruntung)." (HR. Al-Bukhari, Muslim, dan lain-lain)

Keadaan yang lain adalah nomor dua setelah pertimbangan agama. Namun kebanyakan di sinilah ketidakcocokannya. Sudah dapat yang agamanya bagus tapi kok nggak cocok pekerjaannya, nggak cocok latar belakang pendidikannya, nggak cocok hobinya, warna matanya kok begitu, pakai kacamata, kok hidungnya...dan lain-lain.

Kalau mau mencari kekurangan tiap orang pasti punya kekurangan karena tidak ada manusia yang diciptakan secara sempurna. Sudah cantik, kaya, keturunan bangsawan, pandai, rajin, keibuan, penyayang, tidak pernah berbuat salah.

Ketika seorang pemuda atau pemudi sudah mau menikah, memang seharusnya cari tahu dulu tentang calon pasangan hidupnya ke sahabatnya, saudaranya atau ustadznya, atau yang lainnya, baik kelebihan maupu kekurangannya. Jika sudah tahu, tanyakan pada diri sendiri, apakah bisa menerima dan memaklumi kekurangan serta kelebihan si dia. Rasulullah bersabda, yang artinya,
"Janganlah seorang mukmin laki-laki membenci mukmin perempuan. Bila dia membencinya dari satu sisi, tapi akan menyayang dari sisi lain." (HR.Muslim)

Jadi, jangan hanya melihat kekurangannya saja, tapi juga perlu melihat kelebihannya. Ketika kekurangan sudah bisa diterima, kelebihan akan lebih bisa menimbulkan perasaan suka. Karea itu, jangan sampai sulit nikah karena dibikin sendiri.

4. Belum Mantap

Masalah satu ini juga bisa terjadi pada tiap orang pihak pemuda, pihak pemudi, baik yang sudah kerja atau yang belum, baik sudah lulus atau belum. Pertama kali, perlu diselidiki belum mantapnya itu karena apa, karena tak sedikit yang beralasan belum mantap, ketika ditelusuri larinya juga menuju ketiga masalah 'belum' di atas.

Namun ada juga yang belum mantap karena memang merasa persiapan dirinya kurang baik ilmu tentang pernikahan, keluarga, dan pernik-pernik di sekitarnya. Orang seperti ini malah tidak memusingkan masalah ketiga 'belum' di atas, karena memang dia merasa belum siap dan belum mampu.

Solusinya tidak lain adalah mementapkan dan mempersiapkan diri. Hal ini bisa ditempuh lewat menuntut ilmu tentang pernikahan, dan keluarga, baik dengan menghadiri pengajian, yang membahas masalah tersebut atau dengan membaca buku-buku mengenainya. Penting pula untuk menimba pengalaman kepada orang yang sudah menikah, karena kadang-kadang buku-buku dan ceramah ilmiah dan formal tidak membahas masalah praktis yang detail yang diperlukan agar siap menikah.
JM Community
Lanjutin....

Sabtu, 16 April 2011

Akhi… Mereka Menanti


Obrolan beberapa waktu yang lalu, antara aku dengan dua teman lama yang kutemui di kost mereka.

Kebetulan salah satu temanku tadi hendak menggenapkan setengah diennya dan yang satunya lagi sedang menjalani proses ta’aruf.

Maka Kami pun membicarakan tentang pernikahan, ta’aruf, pengalaman bias merah jambu di kehidupan masing-masing dan masalah-masalah sejenis.

Diskusi ringan itu merembet ke masalah proposal-proposal pernikahan yang masuk ke bagian biro jodoh dari sebuah jama’ah yang diikuti oleh dua temanku.

Katanya, berkas dari para ikhwan tidak sebanding dengan proposal-proposal para akhwat yang menumpuk tinggi.

Sudah tahu begitu, tapi di kalangan ikhwan tak juga berusaha untuk bersegera, mereka tidak juga peka bahwa ada banyak ukhti yang menanti.

Saat itu aku hanya menjadi pendengar setia, karena untuk masalah begini aku memang kurang paham dan kurang pengalaman.

Dua sahabatku masih saling tutur, satu pendapat keluar pendapat lain menguatkan.

“Anak kampus banyak yang pengecut.”

“Kok bisa?” kataku sambil menahan senyum, tersenyum karena yang di depanku juga mahasiswa,tersenyum karena untungnya aku bukan termasuk anak kampus.

“Ya memang begitu, setiap ditanya kapan nikah mereka banyak yang menjawab nanti dulu, belum mapan, ingin sekolah lagi dsb, dsb. Mungkin ini bisa jadi bukti rendahnya kualitas keimanan hingga tawakal mereka atas rizki begitu tumpul. Atau mereka telah hilang keberanian, hilang keyakinan bahwa Allah selalu memberi jalan keluar.”

“Itu kan wajar akh, kualitas iman kan memang beda-beda.” Kataku lagi.

“Iya memang wajar, tapi masalahnya bukan itu saja,” kata temanku yang satu lagi. “Kalau memang belum siap seharusnya kan mencari jalan untuk mempersiapkan diri, ini malah banyak yang HTS-an, TTM-an, banyak bermunculan ikhwan-ikhwan yang jempol kanannya kapalan karena kebanyakan sms-an.”

“Nah kan malah jadi penyakit di hati. Mereka tahu kebutuhan akan lawan jenis, tapi gak berani nikah, akhirnya melangkah di jalan para pengecut. HTS-an, TTM-an,adik-adikan, pacaran. Yang rugi bukan cuma individu masing-masing, tapi kualitas dakwah juga ikut terimbas.” imbuh sahabatku.

“Akh HTS-an itu apa to?” Tanyaku lugu.

“Hubungan Tanpa Status!” Serentak keduanya menjawab.

“Kalau TTM?”

“Teman Tapi Mesra!”

Aku menganguk-anguk, “Memangnya belum pernah dengar istilah itu?” tanya temanku.

“Sudah, hanya memastikan, siapa tahu artinya beda.” Kataku kalem.

Aku jadi ingat komentar seorang ikhwan yang ditanya, “Kenapa tidak bersegera?” Meski ia menjawab dengan nada canda, ada sebuah jawaban yang membuatku ingin menonjok mukanya. “Santai saja Akh, pasti dapat kok, tinggal milih! stok akhwat kan banyak!”

Teganya mereka bilang demikian, begitu ringan lidahnya. Memangnya para wanita itu mereka anggap apa? Barang? Bukan manusia yang punya perasaan? Coba kalau jawaban itu didengar para ukhti yang dengan sabar menanti proposalnya diproses. Kemudian dimana nilai ukhuwah yang sering digembar-gemborkan itu?

Rata-rata mereka hanya berani ngobrol masalah nikah, ngomongin ukhti A atau Ukhti B di belakang tapi giliran disuruh mengkhitbah, ngeper! dan menghindar dengan berbagai alasan.

Bukankah lebih bermanfaat jika mempersiapkan diri untuk menikah dari pada menilai dan membicarakan plus berangan-angan bisa bersanding dengan ukhti A atau ukhti B?

Dan aku kembali mendengar tuturan mereka, “Terus terang Akh, saya rindu dengan suasana dakwah tahun-tahun yang lalu. Ketika menikah memang untuk menguatkan barisan dakwah, ikhlas menerima siapa saja, yang penting militan. Lebih tua yang perempuan tidak masalah yang penting nikah dan bisa saling menguatkan, bisa menjaga kehormatan diri dan memelihara pandangan.”

“Saya kagum dengan teman-teman Rohis di SMU dulu, mereka sudah banyak yang menikah terutama yang tidak melanjutkan kuliah. Dan tidak sedikit yang menikahi perempuan-perempuan yang lebih tua, dua, tiga tahun di atas mereka. Padahal yang lebih muda pun ada. Kalau mereka mau bisa cari sendiri tanpa harus taat dengan guru ngaji. Sungguh keikhlasan mereka, saya salut.”

Aku tersenyum. Ah, masa lalu itu. Memang selalu indah untuk dikenang namun selamanya tak akan pernah menghampiri lagi. Akankah terulang?

“Kalau antum, kapan nikahnya Akh?”

Aku diam mendengar tanya itu, mungkin aku termasuk golongan yang menurut mereka pengecut karena tak segera mempersiapkan diri untuk pernikahan. Tapi paling tidak aku punya prinsip sendiri. Saat aku tertarik dengan perempuan, maka aku akan diam di tempatku, tak akan kuumbar kata-kata indah di depannya, tak akan kucoba dekati dia, tak akan kuungkapkan perasaanku padanya. Aku akan tetap diam dan berusaha bersikap biasa sampai nanti aku siap untuk meminangnya. Biar ketertarikan ini hanya milikku sendiri. Bagaimana jika didahului orang lain? Berarti memang dia bukan rizkiku, bukan bagianku, dan Allah pasti akan memberi yang lebih baik bagiku. Insya Allah.

Dan aku pun menjawab tanya itu, “Doakan saja semoga cepat menyusul.” jawaban inilah yang kurasa paling aman.


Sumber : Mitra Dakwah

JM Community
Lanjutin....

Sabtu, 05 Maret 2011

Mengobati Virus Cinta

Bagaimana kalau senior/kakak yang kita hormati dan selama ini dijadikan panutan ternyata di belakang tabir terlihat cin-lok (cinta lokasi) alias pacaran dengan rekan kerjanya? Kita jadinya kurang hormat lagi sama dia.

Itulah salah satu cuplikan pertanyaan yang dikemukakan seorang peserta pada acara Seminar Islam Sehari II dengan tajuk Problematika Pergaulan Pria dan Wanita serta Solusinya, Ahad 3 September 2000 di Masjid PB Sudirman, Cijantung. Acara yang diselenggarakan oleh Yayasan Insan Robbani bekerja sama dengan Al-Izzah dan Bursa Nurul Fikri, ternyata mendapat sambutan yang cukup besar, yaitu dengan hadirnya sekitar 600 orang peserta, dengan rasio perbandingan pria dan wanita 1:3.

Pada sesi I yang berjudul ”Virus Cinta Mengintai Aktivis Da’wah”, tampil sebagai pembicara Ust. Dedi Kusmayadi Zaidi (Psikolog yang biasa mengisi di radio DAKTA) dan di pandu oleh Bambang Suherman (PemRed Al-Izzah).

Ust. Dedi mengawalinya dengan penjelasan tentang konsepsi cinta itu sendiri, yang ada legalitasnya dalam Al-Qur’an. Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, ........ Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga) (Q.S 3:14). Jadi apakah cinta tersebut akan menjadi virus atau tidak (istilah Ust. Dedi: virus lovesus problematikus membius) tergantung bagaimana kita me-manage-nya. Dan jangan lupa bahwa Islam punya konsepsional cinta yang tertinggi, yaitu Katakanlah: ”Jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu....” (Q.S 3:31) juga dalam ayat lain yaitu Q.S 9:24.

Jadi konsepsional cita menurut syari’atlah yang harus membingkai kita dalam kehidupan (pergaulan) sehari-hari. Jangan sampai kita membangun dan memupuk romantisme spiritual yang salah kaprah. Kepada orang tua dan suami/istri kita misalnya, romantisme kita kurang sekali. Say I love you kepada mereka hamper tidak pernah kita lakukan.padahal pengakuan verbal seperti ini sangat dibutuhkan tiap orang. Namun, di luar yang halal itu malah kita out of control dalam membangun cinta/romantisme, misalnya dengan partner kerja da’wah kita, yang belum halal kepadanya kita saling ber-romantisme.

Namun, semua permasalahan menurut Ust. Dedi, bisa dibicarakan dan dicarikan jalan keluarnya, apalagi kita bicara tentang What we feel, tentang perasaan. Hati memang sangat susah ditebak, dan adalah kita yang harus menjaga dan memeliharanya, agar cinta yang keluar darinya adalah cinta yang sesuai dengan konsepsi cinta yang syar’i. Kasus-kasus yang terjadi di kalangan aktivis da’wah, apakah itu cinta lokasi, patah hati karena yang di’incar’ sudah diambil orang lain, pergaulan ikhwan dan akhwat yang nyaris tak berhijab (pun pudarnya hijab hati!), janganlah membuat semua aktivis da’wah jadi patah arang, ataupun terjebak dalam pesimisme berlebihan akan akhlaq saudaranya sesama aktivis.

Adalah kewajiban untuk mengingatkan saudara kita bila mereka sedang lalai (Q.S 103:3). Saatnyalah bagi kita untuk membudayakan ’taushiyah’ dalam ber-’amal jama’i , dan mengubur rasa sungkan menegur tapi di belakang mereka, kita kasak-kusuk tidak terarah alias ghibah.

Ruang dialog yang disediakan pada sesi I ini, sangat dirasa kurang oleh peserta, sampai-sampai ada beberapa peserta yang protes keras karena belum kebagian bertanya. Ada pertanyaan yang cukup ekstrim dari peserta pria. Dia dan saudara-saudarinya dalam melakukan kerja da’wah ditegur terus oleh seniornya karena kurang hijab dsb, jadi bagaimana kalau mengadakan kegiatan, ikhwan-ikhwan saja, akhwat-akhwat saja, kata penanya ini.


Ust. Dedi menjawab bahwa Rasulullah sendiri tidak pernah memberi batas demarkasi dalam berda’wah, sesuai perintah dalam Al-Qur’an jika dikatakan Ud’u maka itu adalah jamak untuk laki-laki dan juga perempuan, hanya teknisnyalah yang harus diatur dengan baik.

Pukul 13.00 acara seminar dilanjutkan ke sesi II dengan judul yang cukup membuat heboh (banyak pro dan kontra masuk ke panitia karena judul ini) ”Keraguan Pria, Penantian Wanita (Sebuah Fenomena)”. Tampil sebagai pembicara Ust. Rahmat Abdullah (Islamic Centre Iqro’) dan A. Mabruri M. Akbari (Pemimpin Ummi/Klab Ummi Bahagia) dan sesi ini di pandu oleh Nurcholiq Ramdhan (Manajer Izzatul Islam).

Ust. Rahmat Abdullah membuka penjelasan makalahnya yang berjudul ”Laki-Laki dan Perempuan, Antara Keraguan dan Penantian” dengan hakikat penciptaan manusia itu sendiri, bagaimana harapan yang besar ditumpukan kepada kita, manusia (Q.S 3:104, 110, dan Q.S 9:111-112). Bahwa kita wajib berda’wah, bahwa diri dan harta orang mu’min telah dibeli oleh Allah dengan imbalan surga, bahwa kita harus memelihara hukum-hukum Allah dan harapan mulia lainnya yang ditujukan pada manusia. Karena itulah kita harus membangun target-target baik personal, komunal maupun struktural.

Target personal yaitu berbadan kuat, berakhlaq teguh, berfikiran intelek, mandiri dalam ekonomi/mampu berma’isyah, beraqidah murni, beribadah shahih, berkemampuan mengendalikan diri, effisien waktu, tertib diri, dan bermanfaat bagi sesama.

Target komunal yaitu punya misi yang jelas, risalah yang sesuai Al-Qur’an dan Sunnah, kemampuan menghimpun kalimatul muslimin, mempunyai peran-peran operasional dalam mewujudkan tujuan-tujuan Islami, kesinambungan kerja, kemampuan membekali para ahlinya dengan sifat-sifat mulia (Q.S 5:54) dan komitmen akan ukhuwah Islamiyah.

Target struktural adalah adanya kepemimpinan yang tahu apa yang ia mau, tegaknya struktur di atas minhaj yang ilmi dan tarbawi, struktur yang mampu menghimpun para anggotanya dimanapun mereka berada (Q.S 9:128), kondisi tsiqoh prima antara qiyadah dan jundi, setiap kader mampu menempati posisinya yang tepat, setiap pertemuan kelompok/klubnya mampu mencerminkan 3 atmosfer bi-ah yaitu ruhiyah & taabbudiyah, ilmiyah & tsaqafiyah, da’awiyah & harakiyah.

Namun kenyataan hari ini ternyata ada bengkalai yang masih tersisa (begitu istilah Ust. Rahmat). Termasuk di dalamnya Fenomena Da’wah dan Du’at yang juga tercakup tentang pernikahan/jodoh. Mengenai hal ini kita harus melihatnya baik dari sudut pandang ikhwan maupun akhwat.

Bagi ikhwan, gagasan menikah sama dengan berperan sebagai pemikul. Berarti harus ada yang alat pemikul, ada tenaga untuk memikul, dan ada yang dipikul. Kondisi ini dipersulit dengan sistem pendidikan kita yang memperlambat kedewasaan. Jadilah kondisi ini yang bernaung dalam benak ikhwan. Maka jangan heran dalam usia 27 tahun, ikhwan masih asyik melenggang.

Sedangkan bagi akhwat, gagasan menikah sama dengan berperan sebagai yang dipikul. Di samping itu daya tahan hidup akhwat lebih besar dibanding ikhwan, angka kelahiran akhwat lebih besar dari ikhwan, terjadilah ledakan jumlah yang tidak seimbang. Sehingga di akhwat, usia 20 tahun mulai gelisah. Ada juga faktor lain yang bermain dalam kondisi ini, yaitu ketersinggungan bila diberikan orang ‘ammah’.

Permasalahan yang berkaitan dengan pernikahan/jodoh ini bukanlah persoalan diri kita masing-masing. Ia adalah persoalan bersama, persoalan dunia bahkan adalah persoalan nubuwwah. Di mana Rasulullah menyebutkan bahwa di akhir zaman satu laki-laki menjadi penjaga 50 perempuan. Kegelisahan yang mungkin lebih banyak menghinggapi akhwat ini pun sulit terbantu karena adanya fenomena kultural. Contoh mudahnya, kultur kita masih bermusuhan dengan ta’adud/poligami. Padahal ta’adud salah satu pintu pengalaman bagi kondisi akhir zaman tersebut, dan dalilnya secara syar’i jelas (Q.S 4:3).

Jadi persoalan pernikahan/jodoh bukanlah dalam arti satu pihak saja yang ragu-ragu, dan satu pihak lainnya yang menanti. Kita harus melihatnya (juga melihat persoalan-persoalan da’wah lain) dari perspektif jama’i. Untuk masalah perjodohan ini, ada cerita menarik yang dapat diambil pelajaran oleh ikhwan maupun akhwat. Ada seorang Ustadz yang seluruh binaannya telah ber’azzam, bahwa jika mereka meminta akhwat, mereka berpesan agar Ustadz mereka mencarikan akhwat yang usianya jauh lebih tua dari mereka ini. Ini satu contoh bahwa kita semua mencoba mencari jalan terbaik bagi masalah ini.

Dari pihak ikhwan maupun akhwat mutlak diperlukan persiapan dan kesiapan. Di antaranya adalah militansi (salah satu yang membangunnya adalah tarbiyah yang sehat) yang dapat menimbulkan Ruh Tahaddi yaitu semangat menantang bahaya. Ini dapat meminimalisir keraguan yang melanda baik di ikhwan maupun akhwat. Bagi akhwat mungkin paradigma Ummu Sulaim dapat dijadikan contoh. Dimana dia mau menerima lamaran Abu Thalhah.

Kemudian akhwat pun belajar itsar dan tasamuh. Misalnya bila ada ikhwan yang datang padanya, sedangkan dia masih muda, mungkin bisa dia coba alihkan ke seniornya yang umurnya sudah jauh lebih tua. Satu catatan kecil bahwa akhwat pun dapat menawarkan dirinya jika memang merasa sudah siap lahir dan batin. Dan ini bukanlah merupakan suatu kehinaan, asalkan secara praktisnya sesuai kaidah syar’i.

Terakhir kita semua memang harus memandang segala sesuatu dari perspektif jama’i. Dua hal yang juga sangat penting yang seharusnya kita ingat, pertama, kita jadi bermakna karena da’wah, bukan sebaliknya. Kedua, yang akan kita ubah adalah peradaban, bukan sekedar fenomena atau rezim dan sistem.

Pembicaraan kedua pada sesi ini adalah A. Mabruri M. Akbari yang banyak mengupas hal yang ditemuinya di lapangan, karena beliau juga aktif mengurus KLUB (Klab Ummi Bahagia). Dalam 2 tahun perjalanan KLUB telah melakukan 383 (tiga ratus delapan puluh tiga) proses ta’aruf dari sekitar 500 orang anggota aktif dan lebih dari 3000 orang anggota pasif, menyebar di seluruh Indonesia, bahkan hingga ke Australia dan Jepang.

Dari data-data yang dipaparkan (walaupun respondennya sedikit), ternyata permasalahan keraguan tidak dominan ada di pihak laki-laki, tapi juga di pihak perempuan. Namun yang paling penting adalah, ikhwan maupun akhwat, sama-sama lebih mengedepankan sikap toleransi yang didasari pada keikhlasan dan menomorduakan kebutuhan-kebutuhan pribadi yang kurang esensi dalam pandangan Islam.

Sumber : Al-Izzah No.9/Th.1/September 2000

JM Community
Lanjutin....

Rabu, 02 Maret 2011

Tips Menikah


Daftar pengeluaran standar bulanan setelah merit Sekedar berbagi aja, buat temen2 yang mungkin juga mengalami ‘Matery after merit phobia syndhrome’, (bahasa mana pula ini) Daftar anggaran bulanan (asumsi : disusun berdasarkan skala proritas, disusun dengan sangat-sangat relatif, dan berdasarkan basic needs standar menengah ke bawah)

1. Makan. Dengan asumsi sekali makan adalah 5000 Maka makan 3x sehari, kali 2 orang (karena lagu sepiring berdua nggak berlaku lagi..), kali 30 hari adalah Rp 900.000 Tips Rajin2 ke kondangan atau sunatan, dan bawa pulang nasi kotaknya Pasti lebih ngirit

2.Kontrakan. Dengan asumsi masih ngontrak di rumah petak, yang punya uda botak, tapi masih galak, dan punya anjing belum jinak Maka dana untuk kontrakan sekitar 500.000/bulan. Tips Tinggallah di Pondok Mertua Indah Niscaya 2 dana diatas gak akan pernah ada Di pondok mertua indah, anda akan bebas makan apa aja, termasuk ‘makan ati’ (^_^)

3. Listrik dan Air. Dengan asumsi daya listrik 900 watt dan pake jetpam maka anggaran untuk listrik adalah 100.000/bulan. Tips Jangan pake AC, cukup AC (angin cendela) Jangan suka main Plestesyen, cukup main monopoli, sudamanda atau gaple ama istri terasa lebih romantis, (bukan romantis = rombongan makan gratis hehe)

4. Transportasi. Dengan asumsi naik motor ke kantor, dengan motor yang paling irit rit rit, maka untuk ongkos bensin dan servis adalah 100.000. Tips Gunakanlah Bensin campur! (maksudnyah campur dorong, pasti lebih irit) Atau ikutlah “Nebeng Fans Club”, dengan alasan mempererat silaturahim dengan yang ditebengi maka perjalanan berangkat dan pulang kantor akan terasa lebih menyenangkan

5. Komunikasi. Dengan asumsi pake cdma yang 1000/menit maka untuk sebulan, ongkos komunikasi berdua adalah 100.000 Tips Pakelah ‘FREN’ yang lebih murah (maksudnya kalo mau nelpon atau sms tinggal bilang “Freeen…minjam HP nya dong freen…” :)

6. Keperluan sehari2 Seperti sabun,odol,syampu, dll dsb. Dengan asumsi tidak pake fesyel,krimbat, manikyur, pedikyur, kukyur2 maka alokasi dana untuk ini sebesar 50.000 Tips: Mandi kalo perlu saja Kalo dulu 2 kali sehari, jadi 2 hari sekali Untuk ngirit odol kembalilah memakai tumbukan batu bata

7. Kesehatan Seperti minyak kayu putih, vitamin, obat pusing (ini penting buat pengantin baru wekekekek!) , maka alokasi cadangan untuk kesehatan sebesar 50.000 Tips Jaga kesehatan Jangan begadang…kalo tiada artinya…begadang bole saja…asalkan sambil ronda (halah!!)

8. Entertaiment Nah ini kalo ada uang lebih aja, bisalaah sekali2 nomat, liat live nasyid, lari pagi di monas, atau keliling kompleks perumahan, atau makan martabak sekali2 Jadi…
Dari asumsi basic needs diatas maka pengeluaran untuk tiap bulan adalah sebesar : 1.800.000/bulan (syeeett dah…masih gede juga ya) Mungkin ini bisa jadi bahan pertimbangan temen2 ketika pengen nikah, untuk kemudian dibandingkan dengan pemasukan yang ada.

Kalopun masih ‘besar pasak daripada tiang’ Anda bisa memperkecil pasak, atau memperbesar tiang…ataauu. ..ga usak pake pasak, tapi dipaku aja!

Tapi ada 1 hal yang ga bisa dijelaskan dengan perhitungan ketika anda memutuskan untuk menikah (serius mode on*) Yaitu, berkah menikah?!

Selalu, dan selalu Allah akan mencukupi kebutuhan umatnya yang mau berusaha dan berdoa apalagi buat pemuda yang takut terjerumus dalam kehinaan, menikah untuk menyelamatkan kehormatan

so, stop accounting, just do it! )


JM Community
Lanjutin....